Jumat, 03 Maret 2017

Makna Penggunaan Sanggah Cucuk dalam Rangkaian Upacara

Makna Penggunaan Sanggah Cucuk dalam Rangkaian Upacara


Sanggah cucuk adalah salah satu peralatan dalam rangkaian upacara Bhuta Yadnya. Sanggah cucuk ini disebut pula dengan nama sanggah suku telu sebab bagian dari sanggah cucuk ini berbentuk segitiga.















Dinamakan sanggah cucuk karena mengandung arti bahwa sanggah itu merupakan perwujudan dari perasaan manusia yakni sebagai “pemucuk” yang berarti pendahulu atau perintis jalan dalam kehidupan manusia.


Adapun bahan-bahan yang dipergunakan untuk membuat sanggah cucuk ini adalah terdiri dari:
- Bambu
- Ijuk
- Daun pisang
- Kain putih

Adapun cara pembuatan dari sanggah cucuk ini adalah sebagai berikut: ruas batang bambu yang telah dipilih dipotong-potong dengan ukuran “apengadeg” (suatu ukuran yang sejajar dengan tinggi manusia dewasa). Potongan ini nantinya dipergunakan sebagai tiang dari sanggah cucuk itu. Bagian atas dari potongan bambu tadi dibelah menjadi empat dengan ukuran belahan kira-kira 35 cm. Dari masing-masing belahan itu lebih kurang 10 cm dari ujung belahan tu dibuat “cekak” (lubang sebagai tempat menaruh kelatkat).


Setelah pekerjaan pertama tadi selesai kemudian dilanjutkan dengan membuat kelatkat (anyaman bambu berbentuk segi empat). Kelatkat ini dibuat dari ruas-ruas bambu yang telah diraut dengan ukuran panjang “alangkat teken atebah” (kurang lebih 30 cm), tebal lebih kurang 25 mm dan ukuran lebar kira-kira 1,5 cm. Kemudian potongan-potongan tadi dianyam sedemikian rupa hingga merupakan segi empat sama sisi dan membentuk enam belas lubang kelatkat. Kelatkat semacam ini dibuat sebanyak tiga buah.

Salah satu kelatkat kemudian dipasang pada belahan tiang bambu yang sudah dicekak, selanjutnya di bagian kiri dan kanannya dipasang dua buah kelatkat lagi dan kedua ujung dari kedua kelatkat tersebut ditemukan diatas, sehingga membentuk suatu segitiga.

Kemudian salah sat lubang di bagian belakang segi tiga itu ditutup dengan sebuah kelatkat lagi yang bentuknya segitiga dengan ukuran yang lebih kecil, sehingga bagian atas sanggah cucuk ini tinggal satu lubang lagi yaitu lubang bagian depannya yang merupakan pintu untuk memasukkan “banten” (sesajen).


Sebagai kelengkapan sanggah cucuk ini dipasang pada pangkal belahan tiang dua buah ruas bambu dengan ukuran panjang kira-kira 30 cm dalam bentuk bersilang sehingga merupakan sebuah “tampak dara” (tanda tambah yang menyerupai kaki burung merpati), di dalam bambu ini diisi dengan cairan-cairan seperti: tuak, arak, berem, dan air.

Setelah semua itu selesai dikerjakan kemudian bagian depannya diisi dengan “daun kelindungan” (daun pisang yang masih muda dan diambil ujungnya saja). Dan di bagian belakang dihiasi dengan seikat ijuk, di belakang ikatan ijuk inilah dipasang sepotong kain putih yang berisi “rerajahan Gana Pati”.

Pada umumnya ruasan-ruasan bambu yang dipakai bahan sanggah cucuk ini adalah bambu yang baru ditebang dan tidak diperbolehkan menggunakan bambu yang sudah pernah dipakai demikian pula “tiing punggul” (bambu yang sebelum ditebang sudah tidak memiliki ujung) tidak boleh dipergunakan sebagai bahan pembuatan sanggah cucuk ini.







































Sanggah cucuk bisa dikerjakan/bisa dibuat oleh setiap orang yang bisa mengerjakannya. Jadi tidak dikerjakan oleh orang-orang tertentu saja. 
Dalam pementasan teater tradisional Calonarang terutama mempunyai fungsi simbolis di samping fungsi estetis dan fungsi religius.

Fungsi simbolis dari sanggah cucuk dalam teater tradisional Calonarang adalah sebagai tanda dalam pementasan teater itu ada bagian (episode) yang menceritakan tentang upacara penguburan mayat. Episode tersebut menceritakan keadaan suatu daerah tertentu terkena wabah “kegeringan atau gerubug” sebagai akibat dari perbuatan ilmu hitam yang disebarkan oleh seorang janda yang bernama “Rangda Ing Dirah”.

Ketika terjadi gerubug itu banyak penduduk yang meninggal dunia dan setiap penduduk yang meninggal itu harus segera dikuburkan. Di dalam upacara penguburan mayat inilah diperlukan sarana upacara antara lain seperti sanggah cucuk.

Fungsi estetis dari sanggah cucuk dalam pementasan teater tradisional Calonarang adalah terletak pada bentuk yang dibuat sedemikian rupa sehingga kelihatan indah dan serasi dengan suasana panggung dalam episode cerita yang ditampilkan.

Disamping kedua fungsi tersebut di atas sanggah cucuk juga mempunyai fungsi lain yaitu fungsi religius. Dalam fungsi ini sanggah cucuk berfungsi sebagai sarana upacara-upacara yadnya antara lain:







Dalam upacara Dewa Yadnya seperti upacara Medudus Agung maupun Medudus Alit. Di dalam rentetan upacara tersebut di atas diadakan “mepekideh” yang dilaksanakan pada “Sanga Mandala” atau pada kesembilan tata zoning yaitu pada delapan penjuru mata angin. Ditengah-tengah penjuru tersebut sebagai pusatnya. Pada kesembilan tata zoning itulah ditempatkan sanggah cucuk tersebut.
Dalam upacara Bhuta Yadnya sanggah cucuk dipergunakan mulai dari tingkat upacara yang paling kecil sampai tingkat yang terbesar (dari upacara Caru Ekasata sampai Tawur Kesanga).

Dalam upacara Manusa Yadnya, sanggah cucuk dipergunakan dalam upacara ketika bayi lahir (sanggah cucuk ditempatkan di atas tempat menanam ari-ari si bayi).
Dalam upacara Pitra Yadnya sanggah cucuk dipergunakan dalam upacara Maligia, Memukur, Nyekah dan sebagainya.


Sumber:

Triguna, Ida Bagus Gde Yudha, dkk,. 1994. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar