Makna Penggunaan Sanggah Cucuk dalam Rangkaian Upacara
Sanggah cucuk adalah
salah satu peralatan dalam rangkaian upacara Bhuta Yadnya. Sanggah cucuk ini
disebut pula dengan nama sanggah suku telu sebab bagian dari sanggah cucuk ini
berbentuk segitiga.
Dinamakan sanggah cucuk
karena mengandung arti bahwa sanggah itu merupakan perwujudan dari perasaan
manusia yakni sebagai “pemucuk” yang berarti pendahulu atau perintis jalan
dalam kehidupan manusia.
Adapun bahan-bahan yang
dipergunakan untuk membuat sanggah cucuk ini adalah terdiri dari:
- Bambu
- Ijuk
- Daun pisang
- Kain putih
Adapun cara pembuatan
dari sanggah cucuk ini adalah sebagai berikut: ruas batang bambu yang telah
dipilih dipotong-potong dengan ukuran “apengadeg” (suatu ukuran yang sejajar
dengan tinggi manusia dewasa). Potongan ini nantinya dipergunakan sebagai tiang
dari sanggah cucuk itu. Bagian atas dari potongan bambu tadi dibelah menjadi
empat dengan ukuran belahan kira-kira 35 cm. Dari masing-masing belahan itu
lebih kurang 10 cm dari ujung belahan tu dibuat “cekak” (lubang sebagai tempat
menaruh kelatkat).
Setelah pekerjaan
pertama tadi selesai kemudian dilanjutkan dengan membuat kelatkat (anyaman
bambu berbentuk segi empat). Kelatkat ini dibuat dari ruas-ruas bambu yang
telah diraut dengan ukuran panjang “alangkat teken atebah” (kurang lebih 30
cm), tebal lebih kurang 25 mm dan ukuran lebar kira-kira 1,5 cm. Kemudian
potongan-potongan tadi dianyam sedemikian rupa hingga merupakan segi empat sama
sisi dan membentuk enam belas lubang kelatkat. Kelatkat semacam ini dibuat
sebanyak tiga buah.
Salah satu kelatkat kemudian
dipasang pada belahan tiang bambu yang sudah dicekak, selanjutnya di bagian
kiri dan kanannya dipasang dua buah kelatkat lagi dan kedua ujung dari kedua
kelatkat tersebut ditemukan diatas, sehingga membentuk suatu segitiga.
Kemudian salah sat
lubang di bagian belakang segi tiga itu ditutup dengan sebuah kelatkat lagi
yang bentuknya segitiga dengan ukuran yang lebih kecil, sehingga bagian atas
sanggah cucuk ini tinggal satu lubang lagi yaitu lubang bagian depannya yang
merupakan pintu untuk memasukkan “banten” (sesajen).
Sebagai kelengkapan
sanggah cucuk ini dipasang pada pangkal belahan tiang dua buah ruas bambu
dengan ukuran panjang kira-kira 30 cm dalam bentuk bersilang sehingga merupakan
sebuah “tampak dara” (tanda tambah yang menyerupai kaki burung merpati), di
dalam bambu ini diisi dengan cairan-cairan seperti: tuak, arak, berem, dan air.
Setelah semua itu
selesai dikerjakan kemudian bagian depannya diisi dengan “daun kelindungan”
(daun pisang yang masih muda dan diambil ujungnya saja). Dan di bagian belakang
dihiasi dengan seikat ijuk, di belakang ikatan ijuk inilah dipasang sepotong
kain putih yang berisi “rerajahan Gana Pati”.
Pada umumnya
ruasan-ruasan bambu yang dipakai bahan sanggah cucuk ini adalah bambu yang baru
ditebang dan tidak diperbolehkan menggunakan bambu yang sudah pernah dipakai
demikian pula “tiing punggul” (bambu yang sebelum ditebang sudah tidak memiliki
ujung) tidak boleh dipergunakan sebagai bahan pembuatan sanggah cucuk ini.
Sanggah cucuk bisa
dikerjakan/bisa dibuat oleh setiap orang yang bisa mengerjakannya. Jadi tidak
dikerjakan oleh orang-orang tertentu saja.
Dalam pementasan teater
tradisional Calonarang terutama mempunyai fungsi simbolis di samping fungsi
estetis dan fungsi religius.
Fungsi simbolis dari
sanggah cucuk dalam teater tradisional Calonarang adalah sebagai tanda dalam
pementasan teater itu ada bagian (episode) yang menceritakan tentang upacara
penguburan mayat. Episode tersebut menceritakan keadaan suatu daerah tertentu
terkena wabah “kegeringan atau gerubug” sebagai akibat dari perbuatan ilmu
hitam yang disebarkan oleh seorang janda yang bernama “Rangda Ing Dirah”.
Ketika terjadi gerubug
itu banyak penduduk yang meninggal dunia dan setiap penduduk yang meninggal itu
harus segera dikuburkan. Di dalam upacara penguburan mayat inilah diperlukan
sarana upacara antara lain seperti sanggah cucuk.
Fungsi estetis dari
sanggah cucuk dalam pementasan teater tradisional Calonarang adalah terletak
pada bentuk yang dibuat sedemikian rupa sehingga kelihatan indah dan serasi
dengan suasana panggung dalam episode cerita yang ditampilkan.
Disamping kedua fungsi
tersebut di atas sanggah cucuk juga mempunyai fungsi lain yaitu fungsi
religius. Dalam fungsi ini sanggah cucuk berfungsi sebagai sarana
upacara-upacara yadnya antara lain:
Dalam upacara Dewa
Yadnya seperti upacara Medudus Agung maupun Medudus Alit. Di dalam rentetan
upacara tersebut di atas diadakan “mepekideh” yang dilaksanakan pada “Sanga
Mandala” atau pada kesembilan tata zoning yaitu pada delapan penjuru mata
angin. Ditengah-tengah penjuru tersebut sebagai pusatnya. Pada kesembilan tata
zoning itulah ditempatkan sanggah cucuk tersebut.
Dalam upacara Bhuta
Yadnya sanggah cucuk dipergunakan mulai dari tingkat upacara yang paling kecil
sampai tingkat yang terbesar (dari upacara Caru Ekasata sampai Tawur Kesanga).
Dalam upacara Manusa
Yadnya, sanggah cucuk dipergunakan dalam upacara ketika bayi lahir (sanggah
cucuk ditempatkan di atas tempat menanam ari-ari si bayi).
Dalam upacara Pitra
Yadnya sanggah cucuk dipergunakan dalam upacara Maligia, Memukur, Nyekah dan
sebagainya.
Sumber:
Triguna, Ida Bagus Gde
Yudha, dkk,. 1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar